KHR. Ach. Fawaid Asad: Sapu Lidi Dan Kekuatan Jiwa Kolektif

Rifky Gimnastiar

Kamis, 29 Mei 2025 - 14:47

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Syamsul A. Hasan

(Umana’ Ma’had Salafiyah-Syafi’iyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur)

 “Kita ikuti prinsip sapu lidi; untuk membersihkan kotoran harus bersatu padu, bukan terpisah-pisah. Kalau kita jadi satu barisan, satu kekuatan; apa yang tidak bisa kita lakukan?” 

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Begitu dawuh Kiai Fawaid, lembut namun tegas, pendek namun dalam, ibarat hujan yang membasuh debu dalam jiwa. Bagi yang mau merenung, ini bukan sekadar perumpamaan. Ia adalah ajakan untuk menyelami makna persatuan—bukan hanya dalam bentuk fisik, tapi juga dalam batin, niat, dan perjuangan.

Sapu lidi—alat sederhana yang kerap tergeletak di sudut rumah—menyimpan filosofi kehidupan yang sering terlupakan. Lidi yang kecil dan ringan tak berarti apa-apa bila berdiri sendiri. Ia mudah patah, tak mampu membersihkan apapun. Namun saat lidi-lidi itu disatukan oleh satu ikatan, ia menjelma menjadi alat yang kuat, mampu membersihkan halaman, mengusir kotoran, dan menebar rapi. Di situlah letak kekuatannya—bukan karena keistimewaan satu lidi, tetapi karena kebersamaan.

BACA JUGA :  Empat Pilar Kepemimpinan Abadi: Meramu Sabar, Tegas, Cerdik, dan Ilmiah dari Khulafaur Rasyidin untuk Pemimpin Organisasi Masa Kini

Dawuh ini mengandung pesan psikologis yang amat dalam. Dalam dunia psikologi sosial, manusia diibaratkan makhluk kolektif. Kita tidak dirancang untuk hidup terpisah, apalagi berjalan sendiri dalam menghadapi beban hidup. Kita butuh rasa memiliki, tempat untuk berpaut, dan jiwa-jiwa lain yang menguatkan. Sendiri, kita lemah. Bersama, kita kuat. Inilah yang oleh para psikolog disebut sense of belonging—rasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri.

Kiai Fawaid mengingatkan kita bahwa ketahanan mental dan emosional bukan dibangun dalam ruang sepi, melainkan dalam perjumpaan. Seperti para santri di pesantren yang datang dari berbagai daerah, latar belakang, dan watak. Mereka tidak dilatih untuk unggul sendirian, tetapi untuk berjalan dalam barisan. Dalam khidmah, dalam ilmu, dalam kesetiaan kepada guru, dan dalam cita-cita bersama. Maka, pesan beliau adalah roh pemersatu. Dawuh itu menjadi tali yang menyambung hati-hati yang mungkin sebelumnya terpisah oleh latar dan ego.

BACA JUGA :  Siapa Pembunuh UMKM?

Namun kebersamaan tidak cukup hanya dengan jumlah. Lidi-lidi itu takkan berguna tanpa ikatan. Dalam masyarakat, ikatan itu adalah nilai. Ia bisa berupa kasih sayang, visi hidup, kepercayaan, atau pemimpin yang adil dan arif. Dan dalam banyak hal, Kiai Fawaid adalah pengikat itu sendiri. Sosok yang menyatukan, bukan sekadar dengan kata, tapi dengan keteladanan dan kasih yang tak bersyarat. Di bawah naungannya, perbedaan melebur dalam satu tujuan: membangun umat dengan ilmu dan cinta.

Di tengah zaman yang serba cepat dan kompetitif, kita cenderung menarik diri. Masing-masing berlari mengejar impian sendiri. Kita lupa, bahwa dalam kesendirian yang panjang, manusia bisa kehilangan arah. Maka dawuh ini adalah tamparan halus bagi jiwa-jiwa yang mulai lelah berjuang sendiri. Ia memanggil kita untuk kembali membentuk barisan, menggenggam tangan satu sama lain, dan melangkah serempak ke arah kebaikan.

BACA JUGA :  Satu Komando, Satu Sistem

Lebih dari itu, dawuh ini adalah seruan spiritual. Bahwa dalam kebersamaan, ada keberkahan. Dalam hadis disebutkan, yadullāhi ma‘al-jamā‘ah—tangan (pertolongan) Allah bersama kebersamaan. Maka bersatu bukan hanya strategi sosial, tetapi jalan menuju ridha-Nya. Setiap langkah bersama membawa cahaya. Setiap kerja kolektif membuka pintu langit.

Pada akhirnya, dawuh Kiai Fawaid bukan hanya menyentuh pikiran, tapi juga mengetuk pintu hati. Ia mengingatkan kita bahwa dalam hidup ini, kita semua adalah lidi-lidi kecil yang rapuh. Tapi saat disatukan dalam ikatan cinta, iman, dan tujuan bersama, kita bisa menjadi sapu yang membersihkan, merapikan, bahkan mengubah dunia. Jika kau merasa lemah, kecil, atau tak berguna, ingatlah sapu lidi. Dalam kesatuan, ada kekuatan. Dalam kebersamaan, ada kemenangan. Sebab, apa yang tak bisa kita lakukan jika kita bersatu?

Sukorejo, 29 Mei 2025

Follow WhatsApp Channel jatimaktual.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Barantin Kurang Peduli, Ekspor Sarang Walet Turun; ARPG Minta Komisi IV Lakukan Pengawasan
Kasus Tambang Liar di Sumenep Jadi Sorotan, Gus Lilur Desak Penegakan Hukum Tegas dan Serius
Tolak Klaim Kemenangan Mardiono, Sekretaris PPP Jember Angkat Bicara
Syafrudin Budiman Dukung Penyataan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Bahwa DPR RI Akan Revisi UU BUMN 
PSHT, IKSPI, PSNU Pagar Nusa, PSHW Perguruan Silat Indonesia di Korea Selatan Sepakat Bentuk Paguyuban, KBRI Seoul Dorong Pencak Silat Menuju Olimpiade
RDP Ke-4 di DPRD Situbondo, Eks Karyawan PT PMMP Desak Hak Normatif Segera Dibayarkan
Syafrudin Budiman Usulkan Silfester Matutina Dapat Grasi atau Amnesti dari Presiden Prabowo Subianto 
Gerakan Political Blitzer Eksploitasi Kerentanan Ekonomi dan Keresahan Sosial

Berita Terkait

Selasa, 30 September 2025 - 21:33

Barantin Kurang Peduli, Ekspor Sarang Walet Turun; ARPG Minta Komisi IV Lakukan Pengawasan

Senin, 29 September 2025 - 11:55

Kasus Tambang Liar di Sumenep Jadi Sorotan, Gus Lilur Desak Penegakan Hukum Tegas dan Serius

Senin, 29 September 2025 - 07:50

Tolak Klaim Kemenangan Mardiono, Sekretaris PPP Jember Angkat Bicara

Minggu, 28 September 2025 - 11:34

Syafrudin Budiman Dukung Penyataan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Bahwa DPR RI Akan Revisi UU BUMN 

Sabtu, 27 September 2025 - 20:04

PSHT, IKSPI, PSNU Pagar Nusa, PSHW Perguruan Silat Indonesia di Korea Selatan Sepakat Bentuk Paguyuban, KBRI Seoul Dorong Pencak Silat Menuju Olimpiade

Berita Terbaru