Jatim Aktual, Surabaya – Kasus korupsi dana hibah APBD Jawa Timur tahun anggaran 2019–2023 kian menyulut keresahan publik. Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sengaja lamban dan setengah hati dalam menangani perkara yang merugikan negara hingga Rp7,04 triliun tersebut.
Hingga kini, meski sudah ada 21 tersangka yang ditetapkan sejak 5 Juli 2024, para koruptor justru masih bebas berkeliaran. Ironisnya, empat di antaranya bahkan masih aktif duduk di kursi legislatif, termasuk satu legislator RI berinisial AS serta tiga anggota DPRD Jatim inisial AI, HA, dan MA yang terpilih kembali periode 2024–2029.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini fakta yang bikin rakyat Jatim geleng-geleng kepala. Koruptor masih jadi pejabat negara, padahal undang-undang jelas menyatakan koruptor tidak boleh mendapatkan fasilitas apapun dari negara,” tegas Koordinator Lapangan Jaka Jatim, Musfiq S.Pd., M.IP, Senin (23/9/2025).
Gubernur Disorot
Jaka Jatim juga menyoroti peran Gubernur Jawa Timur periode 2019–2024, Khofifah Indar Parawansa, yang dinilai tidak bisa lepas tangan. Sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Gubernur disebut mengetahui penuh aliran dana hibah. Sesuai regulasi, dana hibah tidak mungkin cair tanpa Surat Keputusan (SK) Gubernur.
“Fakta menunjukkan, dana hibah ini bukan murni program anggota DPRD, tapi program milik Pemprov Jatim yang dijalankan berdasarkan keputusan Gubernur. Jadi tidak ada alasan KPK untuk tidak menetapkan Gubernur sebagai tersangka,” lanjut Musfiq.
Ia menyebut, selain kerugian Rp7,04 triliun, pada 2024 juga ditemukan penyalahgunaan dana hibah Rp1,74 miliar dan bantuan keuangan Rp33,4 miliar. Skandal ini semakin menambah daftar panjang “mafia hibah” yang selama ini disebut-sebut melibatkan pejabat eksekutif maupun legislatif di Jatim.
Kecurigaan Intervensi
Jaka Jatim menduga ada intervensi elit politik yang membuat KPK terkesan tebang pilih dan tak berani menjemput paksa 21 tersangka. Padahal, penggeledahan sudah dilakukan berulang kali, barang bukti menumpuk, bahkan KPK mengaku 99,9% telah mengantongi alat bukti keterlibatan.
“Kalau KPK masih saja diam, jangan-jangan ada skenario busuk. Salah satu tersangka sudah siap menjadi justice collaborator untuk membongkar dalang hibah sebenarnya, tapi jangan sampai justru dilindungi,” ujar Musfiq.
Tuntutan Jaka Jatim kepada KPK
Dalam pernyataannya, Jaka Jatim melayangkan lima poin desakan keras kepada KPK:
1. Segera jemput paksa 21 tersangka dan tunjukkan kepada rakyat Jawa Timur.
Tetapkan Gubernur Jatim dan kepala OPD sebagai tersangka dalam lingkaran kasus hibah 2019–2024.
2. Usut tuntas dugaan fee/ijon 50% dana hibah atas nama Gubernur yang mengalir ke yayasan, pondok pesantren, mushalla, dan masjid.
3. Jangan hanya otak-atik hibah pokir DPRD, karena jatah hibah Gubernur jauh lebih besar.
4. Hentikan praktik pilih kasih, tegakkan hukum tanpa pandang bulu, dan bongkar mafia hibah sampai ke akar-akarnya.
Jaka Jatim menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka menilai, persoalan korupsi dana hibah Pemprov Jatim tak akan selesai bila “kepala besarnya” masih utuh dalam birokrasi.
“Kami akan kawal terus. Jangan sampai KPK kalah dengan mafia dan koruptor,” pungkas Musfiq