Jatim Aktual, Surabaya – Jaringan Kawal Jawa Timur (JAKA Jatim) menyoroti lambannya penanganan kasus dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang telah menetapkan 21 tersangka sejak 5 Juli 2024 lalu. Hingga kini, menurut JAKA Jatim, penahanan terhadap para tersangka belum dilakukan secara merata dan menimbulkan kesan tebang pilih.
Dalam keterangan resminya, JAKA Jatim menyebut bahwa dari total 21 tersangka, empat di antaranya merupakan bagian dari lingkaran Kusnadi, yang memiliki latar belakang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Namun, tersangka lain disebut berasal dari circle Iskandar (Partai Demokrat) serta circle Anwar Sadad (Partai Gerindra) sama sekali belum disentuh.
“Kami melihat ada ketimpangan. Jika empat orang dari circle Pak Kusnadi ditahan, maka semestinya circle-circle lain juga mendapatkan perlakuan yang sama. Jangan ada pilih kasih,” tegas Musfiq inthe_Gank
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Musfiq menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkesan terlalu politis dalam proses penahanan dan tidak konsisten dengan prinsip penegakan hukum yang adil.
“Seharusnya, karena penetapan tersangka ini sudah komplit, maka penahanan juga harus komplit. Tidak boleh ada perbedaan perlakuan. Ketika semuanya sudah terbukti melakukan tindak pidana korupsi, ya ditahan saja tanpa pandang bulu—mau dari partai A, partai B, atau partai C,” lanjutnya.
JAKA Jatim juga menyoroti lamanya proses hukum kasus ini, yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2024 namun hingga November 2025 belum menunjukkan kepastian hukum yang jelas.
“Rakyat di bawah menunggu kepastian. Jangan sampai masyarakat menganggap KPK sudah ‘masuk angin’. Isu korupsi di Jawa Timur ini seperti angin—datang mendadak, besar sebentar, lalu hilang lagi. Ini tidak elok,” tegasnya.
Lebih jauh, JAKA Jatim meminta agar KPK tetap profesional dan objektif dalam menegakkan hukum tanpa intervensi politik.
“Tujuan hukum adalah keadilan. Maka siapapun yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi harus segera disidangkan. Prinsip dasar kita adalah equality before the law — semua orang sama di mata hukum,” pungkasnya.











