Matematika dan moralitas: Saat Rumus Bertemu Tanggung Jawab Sosial

Avatar

Senin, 12 Mei 2025 - 09:21

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jatim Aktual, Esai – Ketika kita mendengar kata “matematika”, yang langsung terlintas di benak biasanya adalah angka, rumus, grafik, atau logika.
Matematika sering dianggap sebagai ilmu yang netral bebas nilai, objektif, dan murni. Namun, dalam praktik sehari-hari, matematika tidak sesederhana itu. Ia tidak hanya tinggal dibuku atau papan tulis, melainkan hadir didalam algoritma media sosial, sistem perbankan, teknologi kecerdasan buatan, hingga kebijakan publik. Namun dalam kenyataannya, matematika justru semakin banyak digunakan untuk membuat keputusan yang memiliki dampak besar terhadap kehidupan manusia. Maka muncul pertanyaan penting: apakah matematikawan punya tanggung jawab moral atas apa yang mereka ciptakan atau hitung?
Matematika Yang Mempengaruhi Hidup
Matematika bukan musuh. Ia adalah alat yang luar biasa dalam membantu manusia
memahami dan mengelola dunia. Namun, seperti pisau yang tajam, matematika bisa melukai jika
digunakan tanpa tanggung jawab. Maka, sudah waktunya kita memadukan kecerdasan logika
dengan kesadaran moral. Kita hidup dalam dunia yang sangat bergantung pada model matematika.
Dalam bidang keuangan, rumus-rumus digunakan untuk menghitung risiko investasi. Di bidang Kesehatan, model stastistik dipakai untuk memprediksi penyebaran penyakit. Bahkan didunia hukum, algoritma digunakan untuk memperkirakan risiko kriminal ulang dari seseorang.
Namun, model dan angka tersebut tidak selalu memberikan hasil yang adil. Ambil contoh
algoritma yang digunakan untuk seleksi masuk universitas atau penyaringan kredit perbankan. Jika data yang digunakan memiliki bias — seperti diskriminasi terhadap kelompok tertentu — maka hasil perhitungannya pun ikut bias. Dalam hal ini, matematika bisa memperkuat ketidakadilan sosial tanpa kita sadari.

Oleh karena itu, filsafat matematika menantang kita untuk tidak hanya bertanya “apakah
ini benar secara logika?”, tapi juga “apakah ini baik bagi manusia?”. Matematika harus
dikembangkan dan digunakan dengan mempertimbangkan nilai kemanusiaan, keadilan, dan tanggung jawab sosial. Matematikawan Cathy O’Neil dalam bukunya Weapons of Math Destruction menyebut algoritma yang bekerja dalam skala besar tanpa transparansi sebagai “senjata pemusnah massal.” Algoritma ini tidak hanya menghitung, tapi juga menilai dan bahkan menghukum, tanpa manusia bisa mengintervensi atau bertanya “mengapa”.

BACA JUGA :  Integrasi Ilmu Matematika dan Ibadah dalam Agama Islam

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Filsafat sebagai penyeimbang
Dalam dunia akademik, bidang yang disebut filsafat matematika mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti: apakah matematika ditemukan atau diciptakan? Apa hubungan matematika dengan kebenaran dan keadilan? Apakah setiap hal yang bisa dihitung selalu layak diperhitungkan?.
Kita membutuhkan pendekatan ini, terutama dalam Pendidikan. Siswa perlu diajak tidak
hanya untuk menghafal rumus, tetapi juga memahami bagaimana matematika digunakan dalam kehidupan nyata dan bagaimana penggunaannya bisa menimbulkan konsekuensi sosial. Ini akan membentuk generasi yang bukan hanya piintar berhitung, tetapi juga bijak dalam berpikir.
Pendekatan filsafat ini penting untuk mendorong pemikiran kritis terhadap bagaimana
matematika digunakan. Tidak cukup kita bertanya apakah suatu rumus “tepat”, kita juga harus bertanya apakah itu “patut”. Tidak semua yang bisa dihitung layak dijadikan dasar pengambilan keputusan, apalagi jika menyangkut kehidupan manusia. Mereka perlu dilatih untuk berfikir kritis, mempertanyakan konteks, dan memahami bahwa angka tidak selalu berbicara netral.
Rumus yang berdampak sosial Sejarah sudah menunjukkan bahwa rumus yang tampak ilmiah bisa membawa dampak buruk jika digunakan tanpa pertimbangan nilai kemanusiaan. Krisis keuangan global tahun 2008, misalnya, sebagai disebabkan oleh penggunaan model matematika yang salah menilai risiko.
Model tersebut memberi kepercayaan palsu kepada investor, yang akhirnya menyebabkan
keruntuhan pasar dan krisis ekonomi global. Disinilah pentingnya menempatkan etika didalam matematika. Maka, matematika tidak bisa hanya dinilai dari kebenaran logisnya, tapi juga dari dampaknya terhadap masyarakat.
Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa matematika bukan sekedar alat teknis. Ia memiliki kekuatan untuk membentuk kenyataan sosial, dan oleh karena itu, harus digunakan secara bertanggung jawab.
Menuju matematika yang lebih peduli
Matematika yang ideal bukanlah matematika yang hanya akurat, melainkan juga adil dan
berpihak pada kemanusiaan. Para matematikawan, ilmuwan data, dan pengambilan kebijakan.
Perlu menyadari bahwa pekerjaan mereka bukan sekedar soal efisiensi atau optimasi, tapi juga soal etika.
Dengan keterlibatan lintas disiplin dari filsafat, sosiologi, hingga psikologi, kita bia membentuk pendekatan baru terhadap matematika yang lebih bertanggung jawab. Kita bisa mengembangkan system yang bukan hanya cerdas secara logis, tetapi juga bijaksana secara sosial.
Kesimpulan
matematika bukan sekadar permainan angka. Ia adalah alat yang kuat, dan seperti semua
alat kuat, ia harus digunakan dengan hati-hati dan penuh kesadaran moral. Matematika dan
moralitas bukan dua hal yang bertentangan. Justru, kita harus melihat keduanya sebagai mitra tidka cukup hanya dengan membuat model yang benar secara logika.
Rumus boleh tetap sama, tetapi cara kita menggunakannya menentukan masa depan
banyak orang. Karena pada akhirnya, rumus dan angka hanyalah alat. Nilai-nilai manusialah yang
menentukan apakah alat itu membawa manfaat atau malah menjadi bencana. Maka, sudah saatnya kita menggabungkan akal sehat matematika dengan hati nurani sosial demi dunia yang lebih adil dan manusiawi.
Nama Penulis : Salvira Nasywa Almarsa. Prodi : Tadris Matematika semester 2. Alamat : Universitas KH.Mukhtar Syafaat Blokagung, Banyuwangi

Follow WhatsApp Channel jatimaktual.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Membaca Ayat-Ayat Kiri: Che Guevara dan Revolusi Kesadaran Sosial
Benarkah Dunia Sedang Diujung Tanduk ?
Wahabi Lingkungan dan Keberpihakan PBNU kepada Tambang
Haji: Perjalanan Dari Tanah Suci Hingga Transformasi Sosial
Kepemimpinan di Era Digital: Antara Kamera, Kinerja, dan Kritik Publik
KH. Zaini Mun’im, Kesadaran Berorganisasi: Tugas Mahasiswa Nurul Jadid untuk Memperjuangkan Masa Depan Masyarakat
Rifky Gimnastiar: Mencintai Rahim, Menjemput Rahman
Kepemimpinan dalam Pergolakan: Antara Nilai dan Jabatan

Berita Terkait

Selasa, 24 Juni 2025 - 18:55

Membaca Ayat-Ayat Kiri: Che Guevara dan Revolusi Kesadaran Sosial

Minggu, 22 Juni 2025 - 15:51

Benarkah Dunia Sedang Diujung Tanduk ?

Senin, 16 Juni 2025 - 20:55

Wahabi Lingkungan dan Keberpihakan PBNU kepada Tambang

Sabtu, 14 Juni 2025 - 12:11

Haji: Perjalanan Dari Tanah Suci Hingga Transformasi Sosial

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:33

Kepemimpinan di Era Digital: Antara Kamera, Kinerja, dan Kritik Publik

Berita Terbaru