Karya TulisNasionalPendidikan

Transformasi Kampus Merdeka Menjadi Kampus Berdampak: Dari Kebebasan Menuju Kebermaknaan

Rifky Gimnastiar
×

Transformasi Kampus Merdeka Menjadi Kampus Berdampak: Dari Kebebasan Menuju Kebermaknaan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Rafi Sofyan (Aktifis Mahasiswa)

Transformasi konsep Kampus Merdeka menjadi Kampus Berdampak oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi bukan sekadar pergantian istilah, melainkan sebuah lompatan paradigmatik dalam dunia pendidikan tinggi Indonesia.

Pergantian konsep ini mencerminkan kesadaran bahwa kebebasan akademik (ACADEMIC FREEDOM) harus dilandasi oleh tujuan yang jelas dan keberpihakan pada penyelesaian masalah nyata di masyarakat. Dalam konteks ini, “merdeka” bukan hanya tentang otonomi mahasiswa dalam memilih jalur pembelajaran, melainkan tentang cara mahasiswa menggunakan kebebasan itu untuk menciptakan IMPACTFUL SOLUTIONS.

Sebagai seorang mahasiswa dan aktivis, saya melihat langkah ini sebagai bentuk evolusi visi pendidikan nasional. Kampus yang berdampak bukan hanya menjadi tempat menimba ilmu, tetapi juga menjadi episentrum perubahan sosial (SOCIAL TRANSFORMATION). Mahasiswa tidak lagi diposisikan sebagai konsumen pengetahuan semata, tetapi sebagai agen perubahan yang terlibat aktif dalam pembangunan bangsa. Inilah esensi dari pendidikan tinggi yang relevan, bermakna, dan berakar pada kebutuhan kontekstual masyarakat.

Pergeseran ke Kampus Berdampak juga menandai perluasan misi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Jika sebelumnya pengabdian masyarakat cenderung bersifat simbolik, kini ia menjadi arus utama dalam aktivitas akademik. Mahasiswa ditantang untuk tidak hanya mampu menyusun teori dan kajian, tetapi juga mengeksekusi solusi secara konkret. Inilah saatnya kita mendorong pendidikan yang tidak hanya TEACHING CENTERED atau RESEARCH-DRIVEN, tetapi juga IMPACT-ORIENTED.

Mahasiswa masa kini menghadapi tantangan yang sangat kompleks diantaranya sepeti, disrupsi teknologi, perubahan iklim, dan ketimpangan sosial. Oleh karena itu itu, kampus sebagai institusi pencetak masa depan tidak boleh hanya menjadi pabrik ijazah. Ia harus menjadi ruang eksperimentasi ide (IDEATION SPACE), tempat tumbuhnya empati sosial (SOCIAL EMPATHY), dan laboratorium kehidupan (LIVING LABORATORY) yang berani menguji dan membentuk masa depan Indonesia. Kampus Berdampak adalah wujud konkret dari tekad itu.

Terakhir, saya mengamati bahwa perubahan dari Kampus Merdeka ke Kampus Berdampak adalah narasi besar pendidikan nasional yang perlu kita sambut dengan semangat baru. Ini bukan soal mengganti nama, tapi soal shifting purpose. Dari freedom to explore, kini kita dituntut untuk freedom to serve and transform. Dan di sinilah, masa depan pendidikan tinggi Indonesia diuji dan dimuliakan.