Gus Rivqy Abdul Halim, mengkritik tajam Direktur Utama Perhutani dalam rapat Komisi VI DPR RI terkait konflik agraria yang terjadi di wilayah Kecamatan Silo, Kabupaten Jember.
Dalam forum tersebut, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyoroti ketidakjelasan batas antara wilayah perhutanan sosial dan lahan yang dikelola oleh Perhutani, khususnya di tiga desa terdampak : Desa Silo, Desa Paceh, dan Desa Mulyorejo, Kecamatan Silo.
Menanggapi hal tersebut, Dirut Perhutani mengakui bahwa sebagian kawasan di wilayah Silo telah masuk dalam program perhutanan sosial (KHDPK) Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus. Ia pun menyampaikan komitmen untuk segera menurunkan tim khusus ke lapangan guna melakukan investigasi langsung dan pemetaan wilayah yang lebih jelas.
“Kami akan kirimkan tim khusus untuk melakukan investigasi di lapangan. Ini penting agar tidak ada lagi ketegangan antara masyarakat dengan pihak Perhutani,” ujarnya.
Gus Rivqy menegaskan bahwa penyelesaian konflik lahan di wilayah Silo harus berpihak pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Ia berharap langkah investigasi dari Perhutani bukan hanya formalitas, tetapi menjadi awal dari penyelesaian yang konkret dan berkelanjutan, serta bermuara pada seluas-luasnya kemaslahatan rakyat.
“Kalau memang itu wilayah perhutanan sosial, maka seharusnya Perhutani tidak lagi memberikan tekanan kepada para petani biarkan rakyat mengelola secara mandiri. Namun, jika itu adalah lahan Perhutani, maka mari kita cari solusi yang win-win, agar rakyat tidak terus menjadi korban konflik lahan yang berkepanjangan,” tegas Gus Rivqy.
Legislator PKB ini, meminta Perhutani agar memberikan perhatian serius terhadap aspirasi masyarakat setempat dan segera memberikan hasil atau tindak lanjut nyata atas permasalahan tersebut.
“Bagaimana kelanjutan aspirasi saya terkait konflik lahan yang ada di Silo, Kabupaten Jember? Mohon nanti saya bisa diberikan hasilnya, bagaimana konflik lahan ini bisa segera diselesaikan,” tegasnya.
Menurutnya, apabila lahan tersebut memang merupakan kawasan hutan milik Perhutani, maka pendekatan persuasif dan dialogis dengan masyarakat sangat diperlukan. Ia menekankan perlunya solusi yang adil dan saling menguntungkan, agar masyarakat tetap dapat hidup produktif tanpa harus berkonflik dengan pengelola hutan.
Ia juga menyampaikan bahwa penyelesaian konflik lahan harus menjadi prioritas bersama demi menjaga stabilitas sosial dan mendorong pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan, terutama di wilayah-wilayah yang bersinggungan langsung dengan kawasan hutan.