Karya TulisPendidikan

RA Kartini : Saat Emansipasi Bukan Hanya Sekedar Mimpi

Rifky Gimnastiar
×

RA Kartini : Saat Emansipasi Bukan Hanya Sekedar Mimpi

Sebarkan artikel ini

Oleh : Miftahul Jannah

(Pengurus KOPRI PMII Rayon Averroes 2024/2025)

Jatim Aktual, Artikel. Siapa yang tidak mengenal Raden Ayu Kartini? seorang perempuan cerdas asal Jepara yang dikenal sebagai tokoh Emansipasi perempuan. Melalui surat-suratnya yang sarat pemikiran tajam dan empati sosial, beliau menggaungkan perlawanan pada feodalisme serta memberikan jalan pendidikan bagi perempuan Indonesia.

Lahir pada 21 April 1879, dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan Mas Ajeng Ngasirah. Terlahir dalam keluarga bangsawan, Kartini mendapat akses pendidikan yang lebih mudah dibanding dengan perempuan sebayanya pada masa itu. Meski banyak pahlawan perempuan lain yang berjasa besar, Kartini memiliki pendekatan perjuangan yang berbeda.

Lantas apa saja kontribusi Kartini dalam bangsa Indonesia? Mengapa beliau disebut sebagai tokoh emansipasi perempuan?

Nama Kartini bukan hanya sekedar tercetak dalam buku sejarah, beliau adalah simbol dari perempuan yang bertanya, mempertanyakan dan menolak diam pada setiap sistem yang menindasnya. Ia membuktikan perempuan tidak harus selalu tunduk tanpa suara.

Bagi Kartini, emansipasi perempuan adalah saat perempuan medapatkan hak dan kebebasan seutuhnya. Tidak di kekang dan dapat berdiri sendiri.

Di zaman Kartini, perempuan dianggap tidak memerlukan pendidikan, Perempuan dianggap harus selalu berada di bawah laki-laki, dan perempuan tidak memiliki hak untuk melawan. Pemikiran-pemikiran tersebut yang berusaha dihapus oleh Kartini.

Kartini adalah seorang perempuan pemikir yang cerdas dalam mengkritisi sesuatu di sekitarnya. Walaupun memiliki garis keturunan bangsawan, beliau enggan dipanggil Raden Ajeng, baginya panggilan tersebut semakin memperbesar pengaruh feodalisme yang mengakar. Tidak hanya itu, Kartini juga gemar membaca, beberapa buku yang pernah dibacanya, yakni : Max Havelaar (1960) Multatuli, Minnebrieven (1862) Multatuli, De Vaderlandsche Geachiedenis. Dan banyak lainnya.

Perjuangannya dimulai, saat beliau mulai tertarik pada buku, majalah dan koran Eropa. Sehingga timbul rasa untuk memajukan perempuan pribumi di masa itu.

Kartini rajin menulis surat pada teman korespondensi di belanda. Diperkirakan bahwa sejak 1895 hingga 1904, Kartini menulis sekitar 400 surat, namun tidak semua penerima surat menyimpan atau menyerahkan surat-surat Kartini ke perpustakaan.

Salah satu cuplikan menarik dalam surat yang dikirim Kartini, Yaitu ; “… Bukanlah kami ingin menjadikan anak perempuan sebagai saingan anak laki-laki, melainkan karna kami yakin akan pengaruh besar yang mungkin datang dari kaum perempuan….”

Dari cuplikan surat yang ditulisnya tersebut, dapat disimpulkan, Kartini tidak menciptakan perempuan untuk melawan, menyaingi atau menggeser posisi laki-laki. Namun Kartini ingin perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Perempuan dan laki-laki dapat bekerja sama dalam menciptakan pengaruh besar bagi bangsa serta kehidupan yang akan mendatang.

Setelah Kartini wafat di usia muda. Menteri pendidikan Belanda mengumpulkan surat-surat Kartini dan menerbitkannya ke dalam buku dengan judul Door Duisternis tot Licht, yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang

Buku tersebut menjadi salah satu buku dengan penjualan terbaik dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Buku itu memberikan pengaruh besar dalam pemikiran masyarakat terhadap pendidikan perempuan.

Dari buku tersebut, gerbang kebebasan seakan terbuka, pendidikan perempuan diterima besar-besaran oleh berbagai kalangan masyarakat. Dari sanalah didirikannya yayasan Kartini yang menciptakan sekolah-sekolah perempuan.

Hal tersebut menunjukkan kekuatan pena mampu merongrong sistem yang membatasi pendidikan perempuan.

Saat ini Emansipasi bukan lagi soal melawan penjajah tapi melawan standar-standar sosial yang masih mengakar kuat. Perempuan masih sering dikotakkan, padahal semangat Kartini mengajarkan bahwa kita bebas memilih jalan kita sendiri, entah sebagai ibu rumah tangga, pemimpin, seniman atau apapun yang membuat kita merasa utuh sebagai manusia.

Kartini harus tetap ada di berbagai masa. Bukan hanya sebelum kemerdekaan saja. Kartini harus ada di setiap generasinya. Siapa yang kita sebut Kartini? Apakah orang yang memiliki wajah seperti Kartini? Memiliki tinggi, berat, maupun postur tubuh seperti Kartini? Tentu saja tidak.

Mereka adalah orang-orang yang mewarisi semangat juang seorang Kartini. Pantang menyerah dengan keadaan sulit untuk mencapai tujuan mereka dalam menyetarakan perempuan.

Semangat Kartini hidup di ruang yang paling dekat di sekitar kita. Semangat Kartini bukan hanya disimbolkan dengan perayaan setiap tahunnya, namun dalam tindakan kecil, yaitu saat perempuan membela diri atas pilihannya, saat perempuan menyemangati perempuan lain, saat laki-laki memilih mendengarkan dan mendukung bukan mendominasi.

Kartini tak pernah mati. Dia lahir berkali-kali dalam setiap tubuh Perempuan yang melawan.

Mimpi yang ditafsirkan sang empu merupa ego telah padam, namun ini bukanlah akhir, sebab di tanah pembebasan, mimpi akan terus beranak-pinak menjelma cayapata.

 

Referensi : 

  1. Djojonegoro, W. (Ed.). (2024, August). Inspirasi Kartini dan kesetaraan gender Indonesia: Jilid III. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
  2. Indriani, L. D. (2022, November 1). Kartini yang tersembunyi: Membaca pergeseran emansipasi Kartini. Stilleto Book.
  3. Kharizma, V., & lainnya. (2022, April). Kartiniku, kartinimu, Kartini kita (Kumpulan puisi). Cipta Media Nusantara.
  4. Putri, N. S. A., Tiara, P. A., Anshory, B., & lainnya. (2022, April). Kartiniku, kartinimu, Kartini kita (Kumpulan cerpen). Cipta Media Nusantara.
  5. Toer, P. A. (2015, September 10). Panggil aku Kartini saja. Lentera Dipantara.
  6. Alisjahbana, T. (2019). Mengapa RA Kartini dijadikan ikon emansipasi perempuan Indonesia padahal masih banyak sekali pahlawan perempuan selain beliau? Quora. https://id.quora.com/Mengapa-RA-Kartini-dijadikan-ikon-emansipasi-perempuan-Indonesia-padahal-masih-banyak-sekali-pahlawan-perempuan-selain-beliau/answer/Tamalia-Alisjahbana