Karya Tulis

Guru Adalah Teladan Bukan Bahan Cacian

Rifky Gimnastiar
×

Guru Adalah Teladan Bukan Bahan Cacian

Sebarkan artikel ini

Oleh : Alfandy Dzulqornain

(Anggota PMII Rayon Averroes)

Jatim Aktual, Opini. Diera digital ini, opini dapat mudah menyebar dengan luas dan cepat, begitu juga dengan opini negatif dan ujaran kebencian. Sehubungan dengan itu, baru-baru ini seorang influencer dalam akun sosial medianya, menyebut semua guru sebagai penjahat atau koruptor. Pernyataan ini sangat berbahaya karena dapat menggiring opini negatif terhadap profesi guru, yang berperan besar dalam mencerdaskan bangsa.

Hal ini juga bertentangan dengan ajaran Islam, dalam salah satu hadist, Rasullullah saw bersabda, “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, dan tidak menghormati ulama (guru) (HR Ahmad)

Lantas, mengapa menghormati guru begitu penting, dan bagaimana dampaknya jika kepercayaan terhadap mereka luntur?

Didalam kehidupan sehari-hari, kita tak akan lepas dari yang namanya bersosial, ada yang sosialnya baik dan ada pula mereka yang bersosial dengan cara yang kurang baik. Maka dari itu dibutuhkan lah suri tauladan yang memang harus kita contoh sebagai pandangan kita dalam bersosial setiap hari, contohnya adalah sosok guru yang sangat penting bagi kita dan yang kita anggap lebih berpengalaman dari kita, lebih dari itu, guru memiliki peran seperti pembimbing, sumber belajar bagi siswa, dan lain-lain. Kata “Guru” tidak hanya terikat dalam lingkup kelas, namun mereka yang dapat menambah wawasan meskipun teman sehari-hari kita, dialah yang disebut sebagai guru. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh sayyidina Ali bin Abi Thalib dalam kitab ihya’ Ulumuddin : ” _Ana ‘abdu man ‘allamni, wa law harfan waa hidan_”, yang artinya : aku adalah hamba atau budak bagi siapapun yang mengajarkan ilmu kepadaku, walau hanya satu huruf. Mengenai kalimat _”harfan”_ ketua lembaga kajian dan pengembangan sumber daya manusia PBNU KH. Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil menjelaskan bahwa kata _harfan_ bukan sekedar ilmu pengetahuan saja. Akan tetapi, _harfan_ dalam pengertian yang menjadi petunjuk kepada kebahagian dunia dan akhirat.

Kemudian jika opini negatif sering mudah tersebar, dan mudah diterima oleh thalabul ‘ilmi (orang yang mencari ilmu), maka hal yang akan terjadi adalah tumbuhnya cara pandang seseorang kepada guru dengan cara pandang yang buruk, dan meremehkan sosok guru, sehingga mereka yang sedang menimba ilmu tidak akan menerima ilmu yang bisa bermanfaat, sebab dikatakan didalam kitab ta’lim Al muta’allim _”salah satu hal dalam menghormati ilmu adalah menghormati _Ahlul ‘ilmi_ (guru)”

Dengan tersebarnya opini kita harus benar-benar menela’ah atau memilah milih, manakah yang baik dan manakah yang buruk. Maka dari itu pentingnya kita memandang suatu opini yang beredar bukan hanya dari satu sudut pandang, melainkan melihat dari fakta-fakta yang ada kemudian dianalisis dengan literasi yang kita punya, tak cukup dengan itu kita harus memiliki wawasan keagamaan, tentang cara kita menyikapi seorang guru dengan akhlak yang telah dicontohkan oleh para ulama’-ulama’ terdahulu, seperti menghormati seorang guru yang tak sesuai dengan harapan kita, dengan menumbuhkan rasa _husnudzon_ “mungkin beliau melakukan hal seperti itu dengan memiliki tujuan yang baik kedepannya”. Demikian pula dengan dawuh kiai Afifuddin Muhajir wakil pengasuh pondok pesantren salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, dengan pesannya yang pada intinya jika menemukan seorang guru yang mana guru tersebut kurang efektif dalam memberi pemahaman pada kita, kita ambil sikap saja _”mungkin masih bukan Rizki kita menemukan guru yang cocok bagi kita”_ sebab kita memiliki pemahaman khusus kepada guru yang memiliki kemampuan mengajar yang dirasa pas bagi kebutuhan kemampuan berfikir kita walaupun sebenarnya dalam memahami suatu materi itu tergantung kepada kita sendiri yang memiliki seberapa besar kemauan kita dalam belajar. Demikian sedikit cara kita bersikap terhadap guru semoga bermanfaat !