TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Rekontruksi Kebijakan Bermedia Sosial

Avatar

Penulis. Nurul Huda

Mahasiswa dan Pustakawan PP Darussalam Blokagung.

Jatim Aktual, Artikel – Viralnya unggahan di media sosial, spontan membuat masyarakat gempar. salah satunya adalah Tragedi penggeroyokan dan pembakaran mobil yang menewaskan bos rental mobil asal Jakarta. Kejadian ini bertempat di desa sumbersoko, kecamatan sukolilo, kabupaten pati, jawa tengah. Kasus ini berimbas panjang. Usut tuntas pelaku kriminal belum segera ditemukan, malah merugikan masyarakat pati secara keseluruhan.

Sukolilo mendapati julukan kampung maling. Citra kabupaten pati anjlok setelah adanya tuduhan.

Tragedi itu merugikan pihak yang tidak tahu menahu sama sekali. Cap “Kampung Maling” menjadi kabar buruk bagi masyarakat kabupaten pati.

Kerugian fatal yang akan di dapatkan masyarakat pati jangka menenggah mendatang temasuk ekonomi dan sosial. Pati sedang berduka hingga meluncurkan tagar pati cinta damai sebagai bukti bahwa pati adalah kabupaten yang masyarakatnya baik-baik dan punya moral.

Kejadian di atas adalah sedikit banyanknya kerugian karena kurang bijak dalam bermedia sosial. Pelaku adalah beberapa orang saja, namun yang kena imbas malah keseluruhan masyarakat kabupaten pati.

Bahkan kerugian menyebar dalam bidang olahraga yaitu Klub liga 2, Persipa Pati kesulitan mencari sponsor untuk mendanai klub. Sungguh mengerikan bukan?

Pengertian Rekontruksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Rekontruksi berasal dari kata kontruksi yang artinya pembangunan, kemudian ditambah imbuhan “re” menjadi rekontruski yang bermakna pengembalian seperti semula atau penyusunan (penggambaran) kembali.

Rekontruksi adalah teknik yang digunakan oleh pihak penyidik untuk memeriksa kebenaran keterangan yang diberikan tersangka dan saksi dalam sebuah kasus kejadian.

Rekontruksi juga bisa dikatakan reka adegan ulang kejahatan untuk kepetingan penyidikan. Namun, Rekontruksi dalam opini ini lebih merujuk kepada pengembalian seperti semula kebijakan dalam bermedia social.

Rekontruksi kebijakan dalam bermedia social akan memberikan dampak yang baik bagi pengguna media social khususnya. Di era yang serba instan, peran media social sangatlah penting untuk memberikan pandangan baik kepada khalayak umum bukan malah sebaliknya. menyikapi kejadian insiden tragis yang sudah menyebar luas di media social dengan bijak tidak akan berdampak negatif secara menyeluruh kepada masyarakat. Hanya pelaku saja yang perlu disalahkan dan berhak mendapatkan ganjaran yang setimpal. Dalam peribahasa dikatakan “ satu orang makan nangka, semua kena getahnya. Hanya beberapa orang yang salah namun satu kabupaten yang kena imbasnya.

Kurang bijaknya dalam bermedia social juga akan berdampak buruk dari sisi pribadi seseorang. Jarimu adalah harimaumu. Jika kita tidak bisa mengendalikan diri dengan baik sehingga berkomentar kasar,melontarkan hujatan dan menjelekkan orang tanpa adanya bukti maka bisa dipidanakan. Dalam pasal 27A UU 1/2024 dijelaskan bahwa perbuatan “ Menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista atau memfitnah. Orang yang difitnah bisa menuntut ganti rugi sesuai kebijakan.

Bermedia sosial memang sudah menjadi kebutuhan primer seseorang. Namun bermedia social juga mempunyai dua sisi mata pedang. Sisi baik dan buruk tengantung bagaimana kita mengoperasikan media social. Jika kita bisa memanfaatkan media social dengan bijak makan akan banyak wawasan baru dan informasi yang didapat, namun sebaliknya, jika tidak bisa menggunakannya dengan bijak maka bisa merusak pemikiran dan bahkan masuk jeruji besi sebagai tahanan.
Rekontruksi kebijakan dalam bermedia social sangatlah penting terutama untuk diri sendiri. Setidaknya kita tidak menjadi korban akan bahayanya kesalahan dalam menggunakan media social. Ada beberapa cara supaya kita bisa lebih bijak dalam menyikapi informasi yang berseliweran di media social.

Pertama, menjunjung tinggi etika dalam berkomunikasi. Etika harus dijaga dan harus mengetahui batasan-batasan apa saja yang tidak boleh dilakukan dalam menanggapi permasalahan di mesia social. Etika ini akan menjaga kenyamanan kita dan pengguna media social lainnya. Mereka tidak terusik apalagi merasa dijelekkan. Membangun etika komunikasi yang baik justru bisa memberi arahan atau saran kepada pengguna media social. Nasihat yang baik akan menjadi motivasi dan terus mengembangkan potensi yang dimiliki pengguna media social lainnya.

Bila memang susah untuk menjunjung etika dalam berkomunikasi, diamlah. Jangan berkomentar. Jangan ikut campur sesuatu yang tidak kita pahami. Hujatan kasar, tudingan yang belum jelas kebenaranya akan mendekatkan kita pada masalah yang lebih serius.
Kedua, selektif dalam menyikapi segala informasi. Sikap ini harus dipelajari.

Tidak memberi ruang terlalu bebas dalam bermedia social akan membantu kita lebih bijak dan tidak mudah menyalahkan. Selektif dengan membandingkan informasi satu dengan informasi lainnya akan menyelamatkan diri kita dari berita hoak. Penyebaran berita hoak akan menjadi pengaruh buruk terhadap sudut pandang kita.

Selektif juga tidak akan merugikan pihak manapun. Semisal ada berita tawuran anak pelajar sekolah di banyuwnagi. Jika kita selektif, tidak semua anak pelajar di banyuwangi tawuran. Hanya oknum beberapa saja yang menjadi pelaku dalam tawuran.

Ketiga, tidak menyebarkan berita hoaks. Memahami informasi yang ada dan selektif akan membuat kita lebih bijak. Tidak mudah terprovokasi dengan adanya informasi yang berlalu lalang dengan cepat di media social. Tidak ikut andil dalam menyebarkan berita hoaks adalah Rekontruksi kebijakan dalam bermedia social.

Memahami rambu-rambu dalam bermedia social? Apakah kalian sudah belajar bijak dalam bermedia social?