Hukum

Konflik Tanah, Beginilah Keterangan Pelapor Dan Terlapor Antara Hutang atau Dijual Soal Tanah Ibu Bahriyah

Avatar
×

Konflik Tanah, Beginilah Keterangan Pelapor Dan Terlapor Antara Hutang atau Dijual Soal Tanah Ibu Bahriyah

Sebarkan artikel ini

Jatim Aktual, Pamekasan – Kasus Sengketa Tanah antara ibu bahriyah Nenek Berusia 71 Tahun dengan Ponaannya Sri Suhartatik 31 Tahun yang sampai saat ini belum menemukan solusi kekeluargaan.

Proses hukum terus berjalan sembari pemberitaan bermunculan bahkan tidak jarang subtansi permasalahan seolah diabaikan.

Jatimaktual.com mencoba menarik kasus tersebut dari persepsi kedua belah pihak yang sangat kontroversi perihal setatus awal mula kenapa tanah tersebut akhirnya muncul dua sertifikat yang di klaim sama-sama sah dan hasil produk BPN Pamekasan.

Dua Perbedaan cerita dari pihak Sri Suhartatik dan keluarganya serta pihak Nenek Bahriyah dan ahli warisnya, yakni perihal munculnya cerita hutang-piutang yang akhirnya muncul pula cerita transaksi jual beli.

Cerita Keluarga Sri Suhartatik.

Saat media melakukan konfirmasi terkait cerita asal usul tanah yang kemudian disertifikat oleh pihak Alm H.Fathollah Anwar orang tua Sri suhartatik juga selaku pelapor di mapolres pamekasan atau tergugat di Pengadilan Negeri Pamekasan.

Keterangan dari Sri Suhartatik bersama Erfan yang di dampingi Saudaranya.

Sekira Tahun 1997 ibu bahriyah pinjam uang kepada orang tua sri suhartatik sebesar 7 juta. Salah satu alasannya waktu itu ibu bahriyah sedang punya kebutuhan untuk membayar hutang.

Selang beberapa bulan kemudian, ibu bahriyah kembali meminta tambahan pinjaman kepada Almh. Supatmi Orang tua Sri Suhartatik. Namun tidak dikasih karena hutang yang awal belum dilunasi dan mau menambah hutang lagi, sehingga pihak ibu sri suhartatik menyuruh Bu Bahriyah menjual tanahnya, akhirnya dirembuk dan sepakat untuk dijual, makanya pihak orang tua sri ngasih uang tambahannya yang 8 juta.  Yakni 7 juta dan 8 juta  total 15 juta.  Jadi tanah tersebut di akad jual dengan harga 15 juta pada tahun itu.

Sehingga pihak keluarga sri langsung memproses sertifikat tanah itu dan pada tahun 1999 tanah tersebut muncullah sertifikat atas nama H. Fathollah Anwar.

Ditanya apakah ada upaya pembayaran dari pihak ibu bahriyah sebelum tahun 2014 atau setelah peminjaman uang tersebut hingga tahun 2014.

Pihak Sri Suhartatik menyatakan tidak pernah ada upaya pembayaran, karena tanah tersebut sudah diakad jual beli. Baru pada tahun 2014 ketika ibunya meninggal pihak Ibu Bahriyah datang mau membayar hutang.

Cerita Ibu Bahriyah

Untuk menunjukkan cerita yang sebenarnya dari kedua pihak, jatimaktual.com terus menggali informasi dari kedua keluarga tersebut.

Keterangan Ibu Bahriyah Disaksikan Ahli Warisnya

Pada saat dikonfirmasi ulang prihal hutang piutang hingga jual beli tanah tersebut pihak Ibu Bahriyah membantah bahwa tidak pernah ada akad jual beli mulai dulu, kalau urusan meminjam uang pihaknya membenarka, namun pinjaman tersebut bukan dua kali sebagaimana diceritakan pihak keluarga sri suhartatik.

Menurut Ibu Bahriyah pinjaman tersebut hanya satu kali dan tidak pernah pinjam uang lagi ke pihak Almh. Supatmi (orang tuanya titik) dan nominalnya delapan juta pada tahun 1998.

Kisaran tahun 2000 ibu bahriyah rencana mau bayar hutang karena dapat bagian hasil penjualan tanah milik orang tuanya. Tanah tersebut laku sebesar 100 juta dan dibagi ke saudara-saudaranya. Ibu bahriyah Dapat bagian 20 juta. Sehingga uang tersebut oleh ibu bahriyah rencana mau dibayarkan hutang ke Almh. Supatmi alias Hajeh komariyah atau Ibu Sri Suhartatik. namun ditolak oleh pihak orang tua titik,

“La gempang mon kun masalah otang jieh. Engkok tak kerah ngalak tananah been. (Gampanglah kalau masalah hutang itu, saya tidak akan mengambil tanah kamu)” Bahasa yang dilontarkan orang tua Titik kepada Ibu Bahriyah pada saat rencana bayar huatang pertamanya hal tersebut disampaikan ulang oleh Ibu Bahriyah didampingi ahli warisnya kepada wartawan saat dikonfirmasi.

Pada tahun itu juga pihak ibu bahriyah berencana mau membayar lagi namun tidak diterima.

Ibu Bahriayh: Ayuk jih mumpong kik bedeh omurah engkok bik been. Engkok majereh otang. Mak le ejeb. (Ayuk Jih Mumpung Masih ada umurnya Kita, saya mau bayar biar jelas)

Jawabannya. Almh Supatmi : Jek mi cremi rah kok tak kerah ngalak tananah been, (jangan cerewet, saya tidak akan ngambil tanahmu)

Ibu Bahriyah: yeh enjek jih mumpong kik bedeh omorah engkok bik been. (Ya enggak Jih, Mumpung masih ada umurnya kita)

Almh Supatmi: La tinah rah kuk lakkuk ting la jih lakek mateh la kalak tananah been. Been tak usa majer. (Biarlah nanti bila Haji laki-laki meninggal, ambil saja tanahmu, kamu gak usah bayar)

Ibu Bahriyah: Yeh enjek jih jek reng engkok nginjem pesse benni nginjem tanah. (Ya enggak Jih, Saya Pinjem uang bukan pinjem tanah)” tutur Ibu Bahriyah seraya menyontohkan dialaog pada saat itu, yang menurutnya inti dari percakapannya seperti diatas kalaupun ada perbedaan kosa kata namun subtansinya sudah sesuai.

Setelah itu baru pulang dan tidak akur gara-gara pihak ibu bahriyah memaksa mau bayar hutangnya Almh Supatmi atau Ibu Sri Suhartatik

Sekitar tahun 2014 pihak ibu bahriyah mendatangi Rumah Sri Suhartatik dalam rengka mau musyawaroh masalah tanah tersebut sekaligus mau membayar hutangnya karena  (Supatmi/Hj Qomariyah) sudah meninggal dunia. Namun hal tersebut gagal lagi hingga terjadi sengketa.

Pada waktu itu pihak Ibu Bahriyah belum tau dan terpikir bahwa tanah tersebut sudah di sertifikat. (Red)

Nantikan rilis berikutnya terkait Kesepakatan untuk membongkar warkah di BPN Pamekasan.