TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Mantan Bupati Tuban dan 50 Anggota DPRD Tuban Dilaporkan Ke KPK Soal Dugaan Mark Up Anggaran

Avatar
Kuncoko didampingi Kuasa Hukum Muhammad Mualimin saat menyerahkan berkas laporan ke Gedung Merah Putih KPK RI : foto Imam

Jakarta, Jatim Aktual – LSM Pusat Informasi Dokumentasi Rakyat Demokratik (PIDRD) usai melakukan investigasi, penghitungan, dan kajian mendalam, menemukan dugaan adanya penggunaan Anggaran Tunjangan Rumah Anggota DPRD Kabupaten tahun 2021-2022 yang tidak wajar, tidak efisien, janggal, dan diduga nilainya terlalu besar (mark up) bila disandingkan dengan harga yang ada di dunia nyata.

Dalam kebijakan (Perbub Nomor 83 tahun 2020 tentang Tunjangan Rumah Ketua DPRD dan Anggota DPRD Tuban) yang disahkan oleh Bupati Tuban Fathul Huda pada Oktober 2020 dan mulai berlaku Januari 2021 (Saat rakyat sedang susah-susahnya, banyak orang di-PHK, Covid-19 merajalela, puluhan ribu warga Tuban jatuh miskin), Ketua DPRD malah mendapat tunjangan sebesar Rp.24.500.000 juta, wakil Ketua DPRD yang berjumlah 3 orang masing-masing mendapat Rp.18.200.000 juta, dan 46 anggota DPRD lainnya masing-masing mendapat Rp.11.800.000 juta.

Anggaran tersebut cair tiap bulan dan diperuntukkan untuk sewa rumah yang digunakan Anggota DPRD mengingat Kabupaten Tuban belum memiliki rumah dinas Anggota DPRD secara permanen.

Kebijakan itu mulai berlaku Januari 2021 dan sudah berjalan hingga September 2022, maka uang negara yang keluar untuk tunjangan sewa Rumah Anggota DPRD Kabupaten Tuban sebesar Rp. 13.059.900.000 miliar. Angka tersebut dihitung dari Rp.24.500.000 (Ketua DPRD) + Rp.54.600.000 (3 wakil ketua DPRD) + 542.800.000 (46 Anggota DPRD) X (dikali) 21 bulan, muncul anggaran jumbo sebesar Rp. 13.059.900.000 miliar atau Rp.13M lebih hanya untuk sewa rumah, belum tunjangan lainnya.

Padahal kalau saja uang sewa rumah hanya dianggarkan Rp4 juta dan dijamin dapat rumah yang bagus, luas, fasilitas lengkap dan sangat sangat layak, Kabupaten Tuban hanya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp.4.200.000.000 miliar. Rp.13.059.900.000 dikurangi Rp.4.200.000.000 ketemu angka Rp.8.859.900.000 M (Delapan miliar delapan ratus lima puluh sembilan juta sembilan ratus ribu rupiah).

Artinya terjadi pemborosan yang sangat besar sehingga negara diduga dirugikan hampir Rp9 M gara-gara kebijakan ini.

Ketua LSM Pusat Informasi Dokumentasi Rakyat Demokratik (PIDRD), Kuncoko menjelaskan, Kabupaten Tuban yang menjadi juara 5 besar daerah paling miskin di Jawa Timur pada tahun 2020 (Data BPS 2020) sebenarnya diuntungkan dengan harga properti yang masih murah, termasuk sewa rumah, masih cukup terjangkau.

Dengan uang Rp4 juta saja, jelas Kuncoko, orang dengan mudah menyewa rumah terbaik, bagus, dengan fasilitas lengkap yang dapat dibayar tiap bulan. Menurut Kuncoko, angka Rp.24.500.000 juta sebenarnya tidak masuk akal dan terlalu besar untuk sewa rumah tiap bulan di kota yang dikenal sebagai Bumi Wali tersebut.

‘’Tunjangan sewa rumah ini janggal, makanya saya laporkan ke KPK. Kalau rumah terbaik di Tuban bisa disewa dengan harga Rp4 juta per bulan, kenapa dianggarkan Rp24 juta? Ini kan akal-akalan saja. Saya mohon agar Ketua KPK, Pak Firli Bahuri untuk periksa mantan Bupati Fathul Huda dan seluruh anggota DPRD Tuban yang berjumlah 50 orang. Tidak rela saya kalau uang negara dihambur-hamburkan begitu,’’ kata Kuncoko dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/9/2022).

Dari hasil kajian dan informasi yang berhasil dikumpulkan LSM Pusat Informasi Dokumentasi Rakyat Demokratik (PIDRD), beber Kuncoko, sebenarnya banyak Anggota DPRD Kabupaten Tuban periode 2019-2024 yang punya rumah sendiri di Tuban Kota atau tidak jauh dari kantor Anggota Dewan. Maka, tunjangan uang sewa rumah tersebut diduga banyak tidak terpakai dan cenderung masuk kantong pribadi Anggota DPRD tanpa teralokasikan sebagaimana mestinya.

‘’Anggota DPRD Tuban itu banyak yang kaya raya. Mereka sudah punya rumah, sudah mapan. Jadi dari hasil investigasi kami, uang tunjangan yang tiap bulan masuk rekening itu sepertinya tidak untuk sewa rumah. Coba dimana para Anggota Dewan itu menyewa rumah? Dimana alamatnya? Mana kuitansi bayar sewa? Kemana uang lebihnya? Saya mau tahu. Setelah kami kirimi surat, nyatanya mereka tidak dapat memberi bukti. Inilah makanya saya minta KPK mampir ke Tuban untuk memeriksa semuanya,’’ ujarnya.

Selain mempertanyakan penggunaan tunjangan sewa rumah tersebut, tukas Kuncoko, pihaknya juga penasaran angka Rp.24.500.000 itu muncul dari mana dan seperti apa surveinya sehingga keluar angka yang tidak rasional tersebut. Angka tersebut bahkan oleh BPK Provinsi Jawa Timur sudah diminta agar disesuaikan lagi dengan harga nyata di lapangan.

‘’Coba mana dasar perhitungannya? Cukup dengan uang Rp4 juta bisa saya bantu carikan sewa rumah terbaik dan luas di Kota Tuban untuk Anggota DPRD. Saya akan tunjukkan bahwa untuk sewa rumah dinas tidak perlu angka Rp.24.500.000, cukup Rp4 juta pasti dapat. Geram saya lihat uang rakyat dipakai main-main begini,’’ pungkasnya.

Kuasa Hukum Kuncoko, Muhammad Mualimin menambahkan, pihaknya menduga ada pemborosan anggaran daerah atas nama regulasi Perbub Nomor 83 tahun 2020 tentang Tunjangan Rumah Ketua DPRD dan Anggota DPRD Tuban.

“Apapun alasannya pemborosan uang negara tidak dapat dibenarkan. Dalam situasi sulit saat pandemi Covid-19 mestinya wakil rakyat peka dan prihatin dengan kondisi masyarakat. Bukan malah memanjakan diri dengan segudang tunjangan jumbo tidak rasional,” tambahnya.

Sebagaimana diketahui, Ketua LSM Pusat Informasi Dokumentasi Rakyat Demokratik (PIDRD), Kuncoko, khusus datang dari Tuban Jawa Timur ke Gedung KPK di Jakarta untuk melaporkan Ketua DPRD Tuban, Miyadi beserta 49 anggotanya dan mantan Bupati Tuban dua periode Fathul Huda.

Dalam pelaporan hari senin 12 September 2022 tersebut, Kuncoko menunjuk dua Pengacara, yaitu Muhammad Mualimin dan A. Imam Santoso sebagai Penasihat Hukum dan Pendamping dalam memberikan keterangan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

(rls/ian)