TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Para Tokoh-Tokoh Papua Serukan Mendukung dan Menyambut Pemekaran DOB di Tanah Papua

Avatar

Jatim Aktual, Jayapura – Ondofolo Besar Tanah Papua yang juga adalah Ketua Umum Presidium Masyarakat Tabi (PMT), Ismael Isak Mebri, S.KM, MPH mengajak masyarakat Papua mendukung dan menyambut Daerah Otonomi Baru (ODB). Dimana akan dimekarkan menjadi 4 Provinsi, yaitu Provinsi Papua Saireri, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Barat Daya.

”Kami ajak masyarakat memberikan dukungan terhadap pemekaran Provinsi dan Kabupaten di Tanah Papua. Seluruh masyarakat Papua diharapkan bisa menyambut dengan baik, demi pemerataan ekonomi di Tanah Papua secara keseluruhan,” kata Ismael Isak Mebri S.KM, MPH, dihadapan tokoh-tokoh Papua saat konferesi pers, Selasa malam (29/03/2022) di Jayapura.

Menurutnya, kebijakan pemerintah pusat untuk memekarkan Provinsi dan Kabupaten/Kota yang ada di Tanah Papua adalah merupakan yang positif. Sehigga kata dia, dapat memperpendek rentang kendali pelayanan pemerintah di daerah untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat Papua.

 

“Saya mengajak masyarakat adat yang ada di Tanah Papua untuk menjemput Daerah Otonomi Baru (DOB) dan memberikan dukungan kepada pemerintah pusat untuk memekarkan Provinsi dan Kabupaten/Kota yang ada di Tanah Papua. Hal ini sebagai solusi strategis dalam menyelesaian persoalan yang ada secara konperhensif,” terangnya.

Ondofolo Besar juga berharap agar kita sesama anak Papua, harus menghindari segala perbedaan yang ada. Lanjutnya, kita semua harus bersatu untuk menjemput DOB Provinsi dan Kabupaten Kota di Tanah Papua dan membangun Tanah Papua yang jauh lebih baik dari hari kemarin.

Di tempat yang sama Ketua Umum Forum Komunikasi Perempuan Papua bersatu Wasti Pulalo mengatakan, sudah sangat tepat pemerintah memekarkan Tanah Papua menjadi 4 Provinsi. Yaitu di wilayah Provinsi Papua Saireri, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Barat Daya.

“Pemekaran DOB yang ada di Tanah Papua juga dapat membuka lapangan kerja baru baru, bagi orang Papua. Sehingga dapat mengurangi penganguran yang ada. Oleh sebab itu kata dia, kita harus mendukug pemekaran yang ada di Tanah Papua,” ucapnya.

Sementara itu Tokoh masyarakat Papua sekaligus Dosen Prodi Agama Kristen di Universitas Cenderawasih, Pdt. Freddy H Toam mengatakan, wacana pemekaran Provinsi Papua menjadi beberapa Provinsi, sesungguhnya adalah rencana Tuhan terhadap masyarakat papua.

Menurut mantan punggawa DPD II KNPI Papua era 80 an ini, harusnya apa yang sudah menjadi rencana Tuhan, atas tanah Papua didukung dengan baik. Bukan malah memiliki pemikiran sempit dengan menolak atau menentang.

“Menurut saya harus didukung, Tuhan sedang berperkara di atas tanah Papua dan ini sementara proses. Saya katakan, bagi yang menolak harap buka kembali Alkitab,” ucap Pdt. Fredy, Sabtu (26/03/2022).

Ia menerangkan, masuknya penginjil ke tanah Papua melalui Pekabaran Injil sudah 167 tahun. Tujuan Tuhan mengirim penginjil adalah untuk membawa terang dan kesejahteraan bagi masyarakat Papua.

“Dalam Alkitab Yesaya 40 : 1-11 itu dikatakan oleh Tuhan langsung, jadi tidak alasan untuk menolak DOB, Tuhan ingin kita melihat pemekaran ini dari sudut pandang terang Injil,” paparnya.

Perikop Alkitab ini dimulai dengan kalimat “Hiburkanlah, Hiburkanlah umat-Ku, serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir”.
Kemudian dikatakan, ”Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk Tuhan, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan”.

Kemudian pada ayatnya yang ke-5 disebutkan “maka kemuliaan Tuhan akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama”.

 

“Ayat-ayat tersebut dinilai mengandung pesan Tuhan agar umat terus terlibat dalam proses pembangunan untuk dapat melihat kemuliaan Tuhan,” ucapnya.

Sejalan dengan firman Tuhan di atas lanjutnya, pemekaran DOB di Papua mutlak diperlukan mengingat kondisi wilayah yang terlalu luas. Jika ada masyarakat yang menolak pemekaran DOB, Pdt, Freddy Toam mengajak mereka untuk kembali mempelajari firman Tuhan secara seksama.

Diakui juga bahwa ada tokoh-tokoh pendeta yang menolak pemekaran DOB karena dinilai akan semakin menyisihkan keberadaan Orang Asli Papua (OAP). Pdt. Freddy Toam menilai bahwa pandangan tersebut cenderung partikularistik dan sempit.

“Para pendeta harus kembali pada pemahaman bahwa hukum kasih dan perintah penginjilan yang disampaikan Yesus bersifat universal. Tidak ada sekat pemisah, baik suku, bangsa, ras, warna kulit, jenis rambut, maupun bahasa. Yesus tidak membeda-bedakan orang, dan bahkan mengajarkan untuk mendoakan serta mengasihi musuh,” ungkap pendeta senior tersebut.

“Pada saat yang sama, dunia pun mengalami globalisasi sehingga hampir semua sekat telah terbuka. Sangat naif jika ada pendeta-pendeta yang menutup diri terhadap pihak lain, kemudian menjustifikasi pandangannya dengan kutipan ayat suci,” lanjut pria yang juga pernah menjadi anggota DPRP dan Ketua Kantor Komnas HAM Papua ini.

Menurut Pdt. Freddy Toam, seluruh dinamika yang terjadi di Papua pun harus sejalan dengan upaya untuk mendatangkan tanda-tanda Kerajaan Allah. Tuhan inginkan Papua menjadi maju dan umatnya sejahtera.

“Tuhan tentu tidak menginginkan bangsa ini tinggal dalam keterbelakangan, dan ini stigma yang sudah lama diderita oleh orang-orang di tanah Papua. Dengan otonomi ini sekarang, kita balikkan stigma tersebut. Ibarat rumah, Papua tidak boleh jadi bagian belakang, melainkan serambi atau bagian depan dari rumah Republik Indonesia. Papua berbatasan dengan Samudera Pasifik yang di seberangnya ada Amerika Serikat, Australia dan Jepang. Secara geografis, Papua harus menjadi etalase dari NKRI. Wajah Indonesia ini harus dapat dilihat dari Papua, dan saya bersyukur sekali bahwa semua suku bangsa ada di Papua,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Pdt. Freddy Toam menyampaikan bahwa OAP seharusnya dapat lebih banyak berkontribusi dalam proses pemekaran DOB mengingat ada perlindungan dalam UU Otsus. “Dulu sebelum diterapkannya Otsus Papua, masyarakat Papua dapat hidup berdampingan tanpa membedakan asal suku,” pungkasnya. (red)

Editor: RB. Syafrudin Budiman SIP.